MENGENAL LEBIH DEKAT KUNCI EMAS...

MENGENAL LEBIH DEKAT KUNCI EMAS SWASEMBADA DAGING “INSEMINASI BUATAN”

Senin, 28 November 2016 | 14:36 WIB Penulis : Web Admin Dibaca : 16084 kali
No Image

Oleh : MEDIK VETERINER MUDA
Drh.RINA PUJIASTUTI., MSi


I.    PENDAHULUAN
Jawa Timur sebagai gudang ternak nasional memiliki tanggung jawab untuk dapat meningkatkan jumlah populasi ternak guna menuju Indonesia berswasembada pangan. Salah satu upaya perwujudan tanggung jawab tersebut  adalah melalui kegiatan Inseminasi Buatan atau yang lebih dikenal dengan istilah kawin suntik. Melalui kegiatan Inseminasi Buatan, peningkatkan angka kelahiran ternak yang sehat dan berkualitas akan dapat dicapai, sehingga populasi ternak regional Jawa Timur dan Nasional Indonesia  dapat tetap dipertahankan dan kebutuhan daging nasional dapat terpenuhi.
Inseminasi Buatan telah memberikan berbagai dampak positif pada dunia peternakan, selain berkontribusi pada peningkatan angka kelahiran, IB juga meningkatkan pendapatan peternak, karena pedet hasil IB memiliki nilai jual  yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedet hasil kawin alam.
Disamping itu program IB juga membuka peluang untuk banyak terciptanya  lapangan pekerjaan diwilayah pedesaan, sehingga putra daerah dapat berkarya di daerah masing-masing, dengan demikian angka urbanisasi akan dapat diturunkan dan angka pembangunan ekonomi daerah pedesaan akan dapat ditingkatkan.
Program IB di Provinsi Jawa Timur  mempunyai tujuan antaralain untuk meningkatkan mutu genetik ternak , meningkatkan angka kelahiran ternak unggul, meningkatkan produktivitas ternak yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata pertambahan bobot badan harian, meningkatnya bobot badan akhir setelah dewasa sehingga meningkatkan harga jual pedet dan dengan demikian meningkatkan pendapatan peternak dari hasil penjualan ternak sapi hasil IB.


II.    SEJARAH INSEMINASI BUATAN
Konsep Inseminasi Buatan (IB) pertama kali dikenalkan oleh seorang fisiologi berkebangsaan Italia, Spallanzani, pada tahun 1780, dengan menggunakan hewan coba amphibi. Keberhasilan percobaan spallanzani pada amphibi ini dilanjutkan dengan keberhasilannya pada pelaksanaan Inseminasi Buatan pada anjing dengan menggunakan sperma segar (Foote, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Spallanzani ini, berdasarkan  pada penemuan spermatoza oleh  Antony van Leeuwenhoek seorang Ilmuan anggota "The Royal Society of England" berkebangsaan Delfi Belanda pada tahun 1677 dan penemuan Folikel de Graff pada ovarium kelinci di tahun 1678 oleh seorang dokter dan ahli anatomi dari Belanda , Reijnier (Regner) De Graaf  (Foote, 2002).
Eksperimen lain yang dilakukan oleh spallanzani terkait dengan inseminasi buatan adalah pembekuan spermatozoa kuda menggunakan media salju. Lazzaro Spllanzani berhasil membuktikan bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju tidaklah membunuh sel spermatozoa, melainkan hanya  mempertahankannya dalam keadaan tanpa motilitas dan apabila dihangatkan kembali, maka daya motilitasnyapun akan kembali dan sel sperma tersebut mampu bergerak hingga tujuh setengah jam setelah dilakukan thawing. Berkat jasa-jasanya dalam bidang fisiologi reproduksi, Lazzaro Spallanzani mendapatkan kehormatan sebagai “Bapak Inseminasi” ( Kimbal, 2004)
Inseminasi Buatan di Indonesia pertama diperkenalkan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor (IPB) oleh peneliti berkebangsaan Denmark Prof. Borge Seit pada tahun 1950 (Januar, 2006),yang selanjutnya dituangkan dalam program Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) dengan didirikannya stasiun IB di beberapa daerah di Jawa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati), selain itu FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya. Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu belum bersifat intens,  sehingga sempat menimbukan rasa tidak percaya pada masyarakat.
Program “Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA)”, pada 1969 merupakan titik awal kebangkitan inseminasi buatan, karena melalui program ini sektor peternakan mulai tersentuh sehingga pada tahun  1973 pemerintah Indonesia mampu untuk melakukan import dari Inggris dan Selandia baru. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Pada awal 1976pemerintah Indonesia bersama dengan  pemerintah Selandia Baru bekerja sama untuk mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula produsen semen beku yang kedua yakni di Wonocolo Surabaya Jawa Timur dibawah naungan UPT Inseminasi Buatan (UPT-IB) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, untuk didistribusikan di daerah di Surabaya, Malang, Pasuruan dan Sidoarjo, yang  dalam perkembangan selanjutnya fungsi tersebut dipindahkan ke Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari di  Malang Jawa Timur.

III.    PENGERTIAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI
Inseminasi Buatan adalah suatu metode memasukkan sperma pejantan kedalam saluran reproduksi ternak  betina dengan menggunakan alat yang disebut sebagai gun inseminasi.
Pada ternak sapi, inseminasi dikatakan berhasil apabila sapi  yang telah  diinseminasi menjadi bunting, hal ini  ditandai dengan tidak munculnya kembali gejala estrus / birahi pada hari ke-21 pasca inseminasi.
Masa bunting/periode kebuntingan sapi (gestation period) yaitu jangka waktu sejak terjadi pembuahan sperma terhadap sel telur sampai anak dilahirkan. Menurut Toelihere (1981) periode kebuntingan sapi berkisar antar 280 sampai dengan 285 hari, sedangkan masa setelah kelahirkan sampai dengan kelahiran berikutnya disebut dengan calving interval, semakin pendek jarak calving interval maka jumlah anak yang dilahirkan akan semakin banyak dengan demikian produksi susu akan meningkat. Melalui bioteknologi inseminasi buatan jarak calving interval dimungkinkan untuk diperpendek atau mendekati angka ideal 12 bulan.
Soenarjo, 1988 menyatakan bahwa, terdapat empat factor utama yang menjadi penentu keberhasilan Inseminasi Buatan yaitu ( Soenarjo, 1988) :
1.    Pemilihan aseptor ( sapi betina yang akan diinseminasi), haruslah sapi betina yang memiliki fenotip / postur tubuh serta system reproduksi yang baik. Penilaian fenotip tubuh dapat dilakukan melalui scoring BCS dan sifat yang tampak sedangkan penilaian sistem reproduksi dapat dilakukan melalui palpasi rektal untuk melihat kondisi saluran reproduksi sampai dengan fungsi ovarium;
2.    Peran aktif pengujian kualitas semen secara kontinyu dan berkelanjutan oleh instansi yang berwenang (Balai produsen sperma dan instansi pemerintah ditingkat provinsi );
3.    Kemampuan peternak dalam melakukan deteksi birahi, yang merupakan penentu kapan saat yang tepat untuk dilaksanakan inseminasi. Kemampuan peternak ini tidak terlepas dari peran aktif inseminator dalam memberikan penyuluhan kepada peternak terkait gejala birahi dan pentingnya mengenali tingkah laku sapi betina;
4.    Ketrampilan dan keuletan inseminator dalam melakukan inseminasi buatan,  sehingga sperma dapat terdeposisi dengan sempurna pada saat yang tepat dengan demikian kebuntingan akan dapat tercapai.

IV.    MANFAAT DAN TUJUAN INSEMINASI BUATAN
4.1.    Manfaat pelaksanaan Inseminasi Buatan
Menurut salisburi, 1985 seperti dilansir  oleh Darodjah, 2012 beberapa manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan teknologi Inseminasi Buatan adalah :
1.    Meningkatkan efisiensi pemanfaatan pejantan unggul.
a.    Pada proses perkawinan alam, pejantan hanya dapat membuahi 1 ekor betina saja pada satu satuan waktu ejakulat, sedangkan melalui teknologi inseminasi buatan, satu ejakulat  sperma pejantan akan dikoleksi, diencerkan dan diawetkan sehingga satu satuan ejakulat dapat digunakan untuk membuahi 200 s/d 1000 ekor betina;
b.    Semen pejantan yang telah diencerkan dapat ditransportasikan dengan mudah sehingga memungkinkan bagi ternak betina yang berada pada wilayah geografis yang berbeda dapat di inseminasi secara kontinyu;
c.    Dengan sistem pengawetan dan penyimpanan yang benar sperma pejantan yang telah diawetkan akan dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama, melebihi masa produktif alami dari ternak jantan tersebut.
2.    Dapat menghemat biaya pemeliharaan pejantan serta dapat menghindari bahaya penyebaran penyakit genetik, karena uji performa dan kulitas sperma terhadap yang sperma yang akan awetkan merupakan hal yang mutlak dilakukan;
3.    Memungkinkan peningktan potensi seleksi guna untuk memperbaiki mutu genetik ternak;
4.    Penularan penyakit dapat dicegah dengan menghindari kontak kelamin saat perkawinan;
5.    Memperpendek Calving interval serta menurunkan jumlah betina produktif yang mengalami kawin berulang (repeat breeders);
6.    Memungkinkan perkawinan antara hewan-hewan yang berbeda ukuran;

4.2.    Tujuan  Inseminasi Buatan
1.    Memperbaiki mutu genetika ternak;
2.    Optimalisasi penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
3.    Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
4.    Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin;
5.    Mensejahterakan peternak;
6.    Membuka lapangan pekerjaan.
 

4.3.     TAHAPAN DALAM PROSES INSEMINASI BUATAN
A.    SELEKSI PEJANTAN
Inseminasi Buatan memungkinkan untuk pemilihan pejantan unggul yang akan digunakan sebagai sumber bibit, yang dinilai dari beberapa aspek :
a.    Fenotip atau performa luar dari sapi pejantan;
b.    Pedigree, untuk mengetahui kemurnian genetic sapi pejantan induk;
c.      Expected Progeny Differences (EPD), yang digunakan untuk memperkirakan bagaimana keturuan pejantan tersebut dibandingakan dengan pejantan lainnya. Perhitungan EPD mutlak diperlukan karena dari perhitungan EPD ini akan dapat diperkirakan beberapa hal diantaranya:
-    Nilai unggul ternak yang dihasilkan (produktifitas dan reproduksinya);
-    Daya tahan dan adaptasi pedet terhadap lingkungan baru dibandingan dengan pedet lokal;
-    Performance pedet jantan dan tingkat kesuburannya; (Dan W. Moser, 2002)

 

B.    PENETAPAN BETINA SEBAGAI ASEPTOR IB

1.    Betina aseptor IB minimal harus berada pada usia pubertas , yaitu antara 7 - 18 bulan, atau dengan berat badan telah mencapai kurang lebih 75% dari berat dewasa. Kecepatan tercapainya umur dewasa kelamin tergantung beberapa hal diantara :
-    Jenis / bangsa sapi;
-    Gizi dalam ransum pakan;
-    Cuaca dan lingkungan, untuk daerah tropis seperti Indonesia umur dewasa kelamin lebih cepat / muda;
-    Riwayat penyakit yang pernah diderita,  karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berat badan, apalagi bila menyerang alat kelamin,maka kemungkinan besar umur dewasa kelamin lebih lambat dicapai; (Hardjopranjoto, 1995; Darodjah S. R, 2012)
2.    Betina akseptor haruslah  dalam kondisi fertil dan alat kelaminnya normal serta berfungsi dengan baik. Hal ini dapat dinilai melalui palpasi rektal dengan perabaan secara seksama pada saluran reproduksi sampai dengan ovarium, kondisi ovarium dapat memberikan gambaran normalitas sistem horman reproduksi ternak Induk akseptor haruslah sehat dan tidak menderita penyakit menular (Ismudiono, 2010);
3.    Induk betina calon aseptor tidak memiliki sejarah  menderita distokia waktu melahirkan;


4.    Induk tidak dalam kondisi bunting dan tidak baru melahirkan.

4.4.    Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB)
Pelaksanaan (IB) pada ternak betina harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servic) pada posisi yang terbuka, adapun gejala birahi yang sering ditunjuukan adalah sebagai berikut : a)Ternak gelisah; b) Sering berteriak (bengak-bengok); c)Nafsu makan menurun; d)Suka menaiki dan dinaiki sesamanya e)Vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat f)Dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna g) Jika dipalpasi perektal maka uterus terasa kontraksi, tegang, mengeras dengan permukaan tidak rata, cervik relaksasi dan pada ovarium terdapat folikel de graaf yang membesar dan sudah matang.(Tomaszewska, 1991)
Lamanya masa birahi untuk sapi dewasa rata-rata 18 jam, sedangkan untuk sapi dara rata-rata 15 jam. Masa birahi tersebut akan diulangi lagi setiap 21 hari sekali (BBPTU, 2009). Proses birahi pada ternak betina bisa didapatkan dengan dua cara yaitu (Tomaszewska, 1991):
-    Birahi alami
Disini dibutuhkan ketrampilan dan keahlian serta peran aktif peternak untuk mengamati gejala birahi yang timbul pada ternak yang dimilikinya, hal ini merupakan tanggung jawab seorang inseminator atau penyuluh untuk dapat memberikan pengetahuan kepada peternak terkait gejala dan tanda – tanda birahi;
-    Birahi karena Induksi
Induksi birahi disebut juga dengan penyerantaan atau sinkronisasi birahi yang bertujuan untuk penyamaan birahi atau musim kawin pada sekelompok ternak, disamping itu juga untuk memudahkan program inseminasi buatan. Dalam melakukan sinkronisasi estrus pada sapi harus lebih dahulu dipahami mengenai faal dan endokrinologi reproduksi, fungsi ovaria termasuk perkembangan folikel dominan dan fungsi korpus luteum.

 

Menurut Ismudiono, dkk (2009) dan Tomaszewska (1991) tahapan dan lamanya birahi / estrus pada sapi dapat dibedakan menjadi empat tahapan, yaitu :
-    Estrus
Sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB). Ovulasi terjadi 10-15 jam sesudah akhir estrus. Lama periode ini pada sapi adalah 12 - 24 jam;
-    Proestrus
Waktu sebelum estrus. Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi terlihat gelisah dan kadang-kadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain. Lamanya 3 hari;
-    Metaestrus
Waktu setelah estrus berakhir, folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan pertumbuhan / pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini 3 - 5 hari;
-    Diestrus
Waktu setelah metaestrus, corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon progesteron. Periode ini paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan perkembangan dan pematangan badan kuning, yaitu 13 hari.
Tabel 4.2.Waktu Birahi dan Pelaksanaan IB yang tepat

NO Waktu Birahi  Waktu IB yang Tepat Terlambat IB
1  Pagi <09.00 Pada Siang s/d Sore hari di hari yang sama   Hari Berikutnya
2 09.00 – 12.00 Malam harinya atau awal pagi hari dihari berikutnya >10.00 hari berikutnya
3 >12.00 Pagi hari berikutnya Jam 2 siang berikutnya

  Sumber : http://www.vet-klinik.com powered. 5 january, 2009, 12:52

Frandson, 1992 menyatakan bahwa periode estrus dapat dinyatakan saat dimana sapi-sapi betina bersedia  dinaiki baik oleh sapi betina maupun sapi jantan, periode itu adalah rata-rata 18 jam, dan ovulasi 10-15 jam setelah berakhirnya estrus. perkawinan dan dan konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai menjelang 14 jam setelah ovulasi.
Probabilitas terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi alami adalah sebagai berikut (Partodihardjo, 1980) :
a.    permulaan birahi         : 44%;
b.    pertengahan birahi     : 82%
c.    akhir birahi         : 75%;
d.    6 jam sesudah birahi     : 62,5%
e.    12 jam sesudah birahi     : 32,5%;
f.    18 jam sesudah birahi     : 28%;
g.    24 jam sesudah birahi     : 12%

4.5.    PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN
A.    Persiapan Petugas
-    Pelaksanan mengenakan PPE (Sepatu Lapangan, Glove panjang pada tangan kiri, glove pendek pada tangan kanan, pakaian lapangan / apron), pastikan kuku jari tangan sudah terpotong pendek, guna menghindari perlukaan pada dinding rectum.
B.    Persiapan Peralatan
-    Container nitrogen cair;
-    Glove panjang;
-    Gun Inseminasi buatan;
-    Paper towels;
-    Straw cutter;
-    Plastik Sheath;
-    Semen straw;
-    Warm water bath;
-    Thermometer;
-    Alkohol;
-    Stop watch;
-    Buku recording;
-    Personal Protectif Equipment (PPE) yang terdiri atas : apron, sepatu lapangan, tali untuk memfiksasi ternak.
C.    Persiapan Ternak Betina
-    Sapi betina dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat kerarah kanan;
-    Sebelum melaksanakan Inseminasi Buatan harus dilaksanakan Pemeriksaan secara perektal untuk memastikan bahwa ternak dalam kondisi birahi dan tidak dalam kondisi bunting;
-    Membersihkan rectum bila terdapat kotoran dan mengeluarkan air seni dengan cara menekan vesika urinaria;
-    Membersikan vulva dengan menggunakan tissue secara satu arah;
D.    Persiapan Thawing
-    Melakukan thawing straw pada air hangat atau air mengalir dengan suhu air 37oC, selama 7-18 detik;
-    Mengeringkan straw dengan tissue dengan gerakan searah;
-    Memasukkan straw kedalam gun IB;
-    Memotong Ujung Gun dengan Straw cutter (± 1 cm);
-    Memasang plastic sheet;
-    Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rectum;
-    Mengenakan Pelicin / vaselin / sabun;
E.    Inseminasi
-    Tangan petugas inseminator dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher Rahim;
-    Leher Rahim yang telah difiksasi didorong kearah caudal untuk mengurangi lipatan vagina, sehingga memudahkan gun untuk memasuki servic;
-    Ujung gun disentuhkan pada mulut servic dan secara perlahan dimasukkan kedalam cincin – cincin servic;
-    Pada saat memasukkan gun kedalam cincin servic tangan yang aktif bergerak adalah tangin kiri, atau tangan yang sedang memfiksasi service, sehingga gun akan dapat masuk dengan mudah tanpa melukai dinding servic;
-    Apabila dalam memasukkan gun terdapat hambatan, maka servic didorong kembali kearah caudal sembari digerakkan naik turun secara perlahan, agar gun IB dapat melewati cincin dengan mudah;
-    Apablia gun telah melewati cincin ke 4 maka semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat' secara perlahan;
-    Keseluruhan proses mulai dari memasukkan gun kedalam vagina sampai pen-disposisian semen tidak boleh lebih dari 3 menit;
-    Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka gun dikeluarkan dari servicsecara perlahan-lahan, diiringi dengan pemijatan pelan pada servic.

V.    EVALUASI KEBERHASIL INSEMINASI BUATAN
Terjadinya kebuntingan pada ternak betina yang di IB merupakan tolak ukur keberhasilan proses Inseminasi dengan  satuan dasar untuk mengukur adalah Service Per Conception (S/C) yang merupakan jumlah perkawinan atau inseminasi hingga diperoleh kebuntingan. Semakin rendah S/C semakin tinggi kesuburan ternak betina tersebut, sebaliknya semakin tinggi S/C maka derajat kesuburan seekor ternak semakin rendah, nilai S/C 1,5 s/d 1,7 sudah termasuk kategori baik (Partodiharjo, 1992).


Broaddus dkk, 2005 menyatakan bahwa  konsepsi yang terjadi pada ternak sapi betina dapat diamati melalui beberapa cara yaitu :
a.    Nonreturn rate yaitu i tidak kembali estrus pada 18-24 hari pasca inseminasi,pada proses kebuntingan konseptus akan  menekan regresi corpus luteum (CL) dan mencegah hewan kembali estrus, oleh sebab itu tidak timbulnya kembali gejala estrus setelah perkawinan dapat diasumsikan bahwa ternak tersebut bunting(Ismudiono,2010);
b.    Palpasi rektal (sebaiknya dilakukan pada minimal usia 2 bulan pasca inseminasi , untuk menghindari terjadinya abortus);
c.    Secara uji Kimia :
-    Hormonal dengan mengukur konsentrasi progesteron melalui air susu atau plasma darah pada 21-24 hari pasca inseminasi;
-    Uji Glikoprotein atau early conception factor test,  pada serum darah 48 jam pasca inseminasi
d.    Pengamatan terhadap perkembangan kelejenjar susu atau mammogenesis, metode ini dapat dilakukan pada usia kebuntingan minimal 4 bulan (Peters dan Ball, 1987);
e.    Ultrasonography yaitu alat yang digunakan dalam mengetahui kebuntingan melalui gelombang suara pada 9 atau 12 hari pasca inseminasi (Broaddus dkk, 2005).
Dari kelima metode tersebut diatas metode yang paling efektif dan akurat untuk mendeteksi kebuntingan adalah  palpasi rektal dan uji progesterone, sedangkan ultrasonography tidak sensitive pada kebuntingan diusia muda.

VI.    Perkembangan IB di Jawa Timur selama 3 Tahun terakhir
Inseminasi Buatan di Jawa Timur mengalami laju perkembangan yang cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari kemampuan Jawa Timur untuk meningkatkan populasi ternaknya dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu 3 tahun terakhir dengan  peningkatan angka kelahiran di Jawa Timur rata – rata sebesar 4,5% dan  hal ini merupakan bukti otentik keberhasilan IB di Jawa Timur.

5.1. TABEL KINERJA IB DI JAWA TIMUR

Expose keberhasilan IB di Jawa Timur dilakukan melalui beberapa even diantara adalah Kontes Ternak  dan Gebyar Pedet. Kontes ternak merupakan ajang pemberian penghargaan serta  motivator bagi pelaku usaha didunia peternakan. Penyelenggeraan kontes ternak dilaksanakan setiap tahun di kabupaten kota dan  dua tahun sekali diselenggarakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur serta merupakan ajang empat tahunan  yang digelar oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Kontes ternak dan gebyar pedet hasil IB merupakan salah satu cara untuk menginformasikan dan memperlihatkan manfaat dan keunggulan teknologi IB bagi peningkatan performance, kualitas produksi dan produktivitas serta nilai jual ternak hasil IB.
Keberhasil IB di Jawa Timur sangatlah bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi program IB di Jawa Timur secara ekomoni  memberikan nilai tambah yang cukup besar bagi peningkatan pendapatan petani peternak dan melalui program IB inilah peningkatan populasi ternak  secara nyata dapat tercapai, sehingga tidaklah berlebih apabila Inseminasi Buatan disebut sebagai “Kunci Emas Swasembada Daging”

 

Sumber: DISNAK JATIM

https://auroratoto-1.com https://auroratoto-2.com https://survei.penjamu.ung.ac.id/bsmaxwin/ https://sso.ikippgribojonegoro.ac.id/bswin/ https://bkkp.dephub.go.id/wp-content/img/ https://kelurahanpekelingan.gresikkab.go.id/assets/th/ https://dinsospmd.pangandarankab.go.id/app/img/ https://silihpas.pasuruankota.go.id/assets/daftar/ https://feb.unbrah.ac.id/wp-content/sggm/ https://satudata.sumselprov.go.id/assets/daftar/ http://siharga.cilacapkab.go.id/daftar/ https://portal.pangandarankab.go.id/public/system/ https://silatrengas.tangerangselatankota.go.id/assets/dana/