BIOSEKURITI DAN MANAJEMEN PENANGANAN...

BIOSEKURITI DAN MANAJEMEN PENANGANAN PENYAKIT AYAM LOKAL

Senin, 30 April 2012 | 12:54 WIB Penulis : Web Admin Dibaca : 37502 kali
No Image

BIOSEKURITI PADA TERNAK UNGGAS
Biosekuriti mencakup tiga hal utama : yaitu 1) Meminimalkan keberadaan penyebab penyakit, 2) Meminimalkan kesempatan agen penyakit berhubungan dengan induk semang dan 3) Membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin. Selanjutnya bila biosekuriti dilihat dari segi hirarki terdiri atas tiga komponen yakni biosekuriti konseptual, biosekuriti struktural dan biosekuriti operasional (Sudarisman, 2000).
Biosekuriti konseptual merupakan biosekuriti tingkat pertama dan menjadi basis dari seluruh program pencegahan penyakit, meliputi pemilihan lokasi kandang, pemisahan umur unggas, kontrol kepadatan dan kontak dengan unggas liar, serta penetapan lokasi khusus untuk gudang pakan atau tempat mencampur pakan. Biosekuriti struktural, merupakan biosekuriti tingkat kedua, metiputi hal hal yang berhubungan dengan tataletak peternakan (farm), pernbuatan pagar yang benar, pembuatan saluran pembuangan, penyediaan peralatan dekontaminasi, instalasi penyimpanan pakan, ruang ganti pakaian dan peralatan kandang. Sedangkan biosekuriti operasional adalah biosekuriti tingkat ketiga, terdiri dari prosedur manajemen untuk mencegah kejadian dan penyebaran infeksi dalam suatu farm. Biosekuriti ini harus ditinjau secara berkala dengan melibatkan seluruh karyawan, berbekal status kekebalan unggas terhadap penyakit. Biosekuriti operasional terdiri atas tiga hal pokok, yakni a) pengaturan traffic control, b) pengaturan dalam farm dan, c) desinfeksi yang dipakai untuk semprot kandang maupun deeping seperti golongan fenol (atkohol, lisol dan lainnya); formatin; kaporit; detergen, iodine dan vaksinasi.
Berdasarkan penerapan biosekuriti, sistem produksi unggas dikelompokkan menjadi 4 sektor. Pembagian sektoral ini awalnya muncul dalam upaya pemberantasan penyakit Avian influenza. (Guiding principles for HPAI surveillance and diagnostic networking in Asia, Bangkok July 2004). Keempat sektor tersebut, yaitu:
1 Sektor 1: merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level biosecurity) sesuai dengan prosedur standar. Dalam sektor ini misalnya adalah golongan industrial integrated system seperti perbibitan (breeding farm).
2 Sektor 2: merupakan peternakan komersial dengan moderate to high level biosecurity. Yang termasuk dalam sektor ini adalah peternakan dimana ayam ditempatkan dalam ruangan tertutup/indoors, sehingga unggas dan burung lain tidak dapat kontak dengan ternak ayam. Penggunaan kandang close house atau semi close house
3 Sektor 3: Peternakan komersial yang melaksanakan biosekuriti alakadarnya dan masih terdapat kontak dengan unggas lain atau orang yang masuk peternakan. Umumnya peternakan komersial yang ada di Indonesia masuk dalam sektor ini.
4 Sektor 4: Unggas (ayam) yang dipelihara secara tradisional dengan minimal biosekuriti, produknya ditujukan untuk dikonsumsi atau dijual untuk kebutuhan daerah setempat. Masuk dalam sektor ini adalah ayam buras di kampungkampung.


PENANGANAN PENYAKIT AYAM LOKAL
Usaha penanganan penyakit adalah pengendalian dan sekaligus pembasmian. Tujuan penanganan penyakit adalah untuk mengurangi kejadian penyakit menjadi sekecil mungkin, sehingga kerugian yang bersifat ekonomi dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam penanganan penyakit diperlukan program pengelolaan kesehatan (health management) kelompok, meliputi usaha untuk mencegah timbulnya penyakit
dan mengurangi kerugian akibat serangan penyakit. Unsur yang termasuk dalam program pengelolaan kesehatan kelompok menyangkut pemberian pakan yang layak, penggunaan bibit yang baik dan sehat, pengelolaan serta pengamanan penyakit. Keempat unsur tersebut saling mempengaruhi, misalnya penyakit yang dapat mempengaruhi kemampuan bibit, juga dapat mempengaruhi efisiensi pakan. Demikian juga pemberian pakan yang tidak layak akan mempermudah timbulnya penyakit dan membahayakan kesehatan ternak.
Penyakit yang menyerang ayam lokal banyak ragam, seringkali gejala serangannya hampir sama. Oleh karena itu peternak ayam membutuhkan pengalaman tentang penyebab penyakit secara umum, dapat membedakan penampilan ayam yang sakit dengan ayam sehat, serta mampu melakukan pencegahan penyakit. Penyebab penyakit pada ayam lokal adalah virus, bakteri, jamur, protozoa, cacing dan kutu. Sementara itu kekurangan mineral dan vitamin juga dapat menjadi penyebab penyakit pada ayam lokal. Beberapa jenis penyakit seperti tetelo (Newcastle disease), Avian influenza, gumboro (Infectius bursal disease) dan cacar (fowl pox) sampai sekarang belum bisa diobati tetapi penyebarannya dapat dicegah atau dihambat dengan program vaksinasi.
Tindakan biosekuriti yang perlu diperhatikan dalam memelihara ayam lokal dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya, yaitu kegiatan hobi atau usaha budidaya. Peternak hobi (ayam hias dan sejenisnya) perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Tata letak kandang (kurungan) ayam jauh dari tempat tinggal, misalnya di bagian samping rumah, 2) Diharapkan ternak ayam yang dipelihara mendapat sertifikasi dari Dinas Peternakan. Ternak yang sudah disertifikasi memiliki data yang jelas tentang jadwal dan jenis vaksin yang telah dan akan dilakukan, 3) Kandang (kurungan) memiliki penampung feses yang mudah dibersihkan, dan sebaiknya minimal dua hari sekali dibersihkan. Akan lebih baik jika penampung dilengkapi dengan kantong untuk menyimpan feses yang bisa diikat supaya terjadi fermentasi agar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Peternak yang memelihara ayam skala rumah tangga di pekarangan (backyard farming) harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1)Ayam hanya dipelihara oleh peternak yang memiliki lahan pekarangan yang cukup luas dan terdapat tanaman atau rerumputan yang cukup terpelihara, 2) Kandang ditempatkan agak jauh dari rumah bersifat semi permanen agar mudah dipindah atau dibersihkan. Sinar matahari (pagi) dapat masuk kedalam kandang dengan mudah dan kotoran mudah dibersihkan, 3) Vaksinasi: dilakukan dengan program yang sesuai dengan anjuran penggunaan vaksin (divaksin sekurang-kurangnya dua kali dengan cakupan vaksinasi minimal 80% dari populasi) dan kedua pihak (peternak dan petugas) proaktif.
Tindakan biosekuriti pada peternakan ayam lokal komersial skala kecil antara lain: 1) Peternakan ini masih dalam skala rumah tangga, dan ayam dipelihara di lahan sekitar rumah, 2) Program vaksinasi di peternakan ini sudah dilakukan secara teratur dan komprehensif sesuai jadual, 3) Diharapkan peternak terhimpun dalam kelompok dan ayam ditempatkan di kandang kelompok. Pola ini dapat mengakomodasi 100 ekor ayamper 2 -4 ha.
Pada peternak ayam lokal komersial skala besar, vaksinasi dan sistem perkandangan tidak menjadi masalah. Namun karena didesak oleh pemukiman penduduk atau kepentingan lain, peternakan seperti ini berpotensi digusur. Oleh karena itu lokasi perkandangan harus terletak jauh dari pemukiman penduduk.
Dalam kaitannya dengan pemberantasan penyakit flu burung maka untuk penanganan virus di lokasi terjadinya kasus, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penerapan biosekuriti dilakukan secara ketat dan konsisten, 2) Biosekuriti yang ketat juga dilakukan untuk keranjang dan kendaraan yang masuk atau keluar peternakan, 3) Vaksinasi yang menyeluruh, baik, benar, cukup dan lengkap, 4) Pemusnahan terbatas bilamana ada kasus penyakit berbahaya, 5) Penanganan kotoran ayam dilakukan dengan cermat dan ketat untuk membunuh berbagai agen penyakit dan mencegah penutaran/penyebaran penyakit, terutama bila akan digunakan untuk kompos.
Program Pengendalian Penyakit
Tujuan pengendatian penyakit menular adalah untuk mengurangi kejadian penyakit menjadi sekecil mungkin, sehingga kerugian yang bersifat ekonomi dapat ditekan. Unsur utama pengendalian penyakit metiputi:
1 Menjauhkan ternak ayam dari kemungkinan tertular penyakit yang berbahaya, antara lain dengan memperhatikan beberapa hal: (a) Tidak menggunakan tempat atau lokasi peternakan yang pernah mengalami serangan penyakit, (b) Lokasi peternakan dipilih berdasarkan pertimbangan teknik peternakan, dan tidak menempatkan pada lokasi yang sudah cukup padat peternakan, (c) Kawasan peternakan dipasang pagar agar tidak ada ternak atau hewan lain yang keluar-masuk, (d) Kunjungan tamu ke lokasi peternakan harus ditakukan desinfeksi lebih dahulu, (e) Pemasukan bibit dimulai dari DOC agar lebih terjamin dari ancaman penyakit, (f) Ayam yang mati karena penyakit, dikubur dan dibakar, (g) Ayam yang sudah keluar kandang tidak boleh kembali masuk. Bila hal tersebut harus dilakukan maka ayam harus dikarantina sedikitnya setama 5 hari, (h) Secara berkala harus dilakukan sanitasi kandang dan peralatan yang sering keluar masuk kandang.
2 Meningkatkan daya tahan tubuh ayam dengan vaksinasi, serta pengelolaan dan pengawasan yang baik, dengan memperhatikan hal-hal: (a) Vaksinasi dilakukan secara teratur dan berkala untuk pencegahan penyakit ND (tetelo), Avian influenza, Mareks, Khotera Ayam, dan Gumboro (Infectious Bursal Disease), (b) Memberi obat cacing setiap 2 bulan sekali, dan coccidiostat sampai usia 3 butan, (c) Menambahkan vitamin kedalam makanan dan air minum terutama pada masa pertumbuhan (periode starter), (d) Tidak memberi pakan yang sudah berjamur atau tengik.
3 Mengurangi kerugian akibat penyakit dengan memperhatikan: (a) Pemeriksaan untuk diagnosis sedini mungkin secara tepat dan cepat. Untuk penguatan diagnosis dapat dikirim contoh ayam sakit ke. Laboratorium Kesehatan Hewan,

(b) Setiap timbut kejadian penyakit, pertama kali yang harus dicurigai adalah penyakit menutar, sebelum bisa dibuktikan secara laboratoris, (c) Ayam yang tidak memberikan harapan hidup, sebaiknya dibunuh dengan cara tidak mengeluarkan darah, (d) Isolasi ayam yang sakit pada kandang terpisah. Bila di peternakan terjadi penyakit, petugas yang menangani ayam sakit tidak diperkenankan merawat ayam sehat, (e) Bila terjadi wabah penyakit menular, kandang dan semua peralatan harus disucihamakan, (f) Bila terjadi wabah, petugas yang menangani tidak diperkenankan mengunjungi peternakan lain dalam waktu 24 jam setelah mandi.
Program Pembasmian Penyakit
Tujuan utama pembasmian penyakit adalah untuk menghilangkan secara tuntas penyebab penyakit. Ayam yang sehat tidak memerlukan obat, tetapi sebagai pencegahan perlu ditakukan vaksinasi, pemberian obat cacing secara berkala dan pemberian vitamin. Bila terjadi penyakit tindakan pertama yang dilakukan adalah diagnosis dan untuk menguatkan harus dikirim ke laboratorium kesehatan hewan. Metode pembasmian penyakit pada ayam lokal dapat dilakukan dengan cara:
1 Test and Slaughter. Bila hasil diagnosis dengan uji serologik terhadap ayamayam -yang dicurigai positif menderita penyakit pullorum (berak putih), CRD dan lainnya ayam reaktor tersebut harus dibunuh.
2 Test and Treatment. Bila diketahui ada ayam yang menderita penyakit protozoa, seperti koksidiosis (berak darah) dan penyakit cacing, segera diobati.
3 Stamping Out. Bila terjadi kasus penyakit menular yang menyerang seluruh ayam dipeternakan, dan pengobatan tidak memberi harapan, maka seluruh isi peternakan baik berupa ayam, kandang dan peralatan harus dimusnahkan. Cara pembasmian seperti ini di Indonesia sulit dilakukan karena alasan-alasan yang bersifat ekonomi.

PENYAKIT UMUM DAN PENCEGAHAN PADA AYAM LOKAL
A. Penyakit yang disebabkan oleh Virus
1. New Castle Disease (ND)
Penyakit ND populer disebut tetelo, merupakan penyakit menular yang menyerang ayam pada semua usia dengan tingkatan kematian tinggi (80100%), terutama diusia muda. Virus ND akan mati pada pengaruh sinar matahari, panas tinggi, fumigasi (pengasapan), larutan formalin 1 -2%, dan larutan kalium permanganat (PK). Virus ND yang berada didalam tumpukan sekam kering yang digunakan sebagai alas kandang (litter), mampu bertahan hidup hingga dua bulan.
Penyebaran virus ND dapat melalui berbagai cara, diantaranya dari lendir yang ketuar metalui rongga mulut, lubang hidung dan feses (kotoran) ayam yang sakit. Virus juga ditularkan metalui kontak langsung dengan ayam yang sakit, melalui debu, peralatan kandang yang tercemar penyakit, sekam kering (litter) bekas ayam sakit. Disamping itu angin, serangga dan burung liar juga berperan dalam kontak penyakit.
Gejala pertama umumnya diawali dengan gangguan pernafasan, paruh terbuka, batuk, bersin dan bunyi nafas yang mengorok. Akibatnya nafsu makan menjadi hilang, tapi nafsu minum bertambah. Pada anak ayam, tampak lesu dan cenderung berkumpul dibawah sumber panas (lampu). Kotoran encer dengan warna kehijauan atau kekuningan, bahkan kadang-kadang bercampur darah. Pada ayam yang sudah bertelur, produksinya dapat berhenti. Untuk tahap selanjutnya,gejala-gejala syaraf umumnya muncut, otot tubuh gemetar, jalan mundur, kepala memutar kebawah dan keatas, dan diikuti kelumpuhan.
Pencegahan terhadap penyakit ND dilakukan dengan metaksanakan program vaksinasi pada ayam yang sehat, sanitasi yang balk (mencuci kandang dan peralatan dengan desinfektan, mengganti alas kandang dengan yang baru, mencegah masuknya hewan-hewan perantara yang dapat membawa virus kedalam kandang). Program vaksinasi ND dilakukan pada umur 4 hari (tetes mata), 21 hari (tetes mata atau suntikan), 3 bulan (tetes mata atau suntikan), selanjutnya diulang setiap 3 bulan (dosis pemberian vaksin disesuaikan dengan anjuran pabrik obat.
2. Avian Influenza
Penyakit Avian Influenza (Al) merupakan penyakit akut menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1). Virus influenza ini termasuk family Orthomyxoviridae yang dapat menginfeksi beragam spesies unggas, babi, kuda, hewan liar dan manusia (Easterday et al., 1997). Sesuai dengan kandungan protein permukaannya yaitu haemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), virus inflenza tipe A pada unggas diklasifikasikan kedalam beberapa subtipe, dan hingga kini terdapat sebanyak 16 subtipe HA (H1 -H16) dan 9 subtipe NA (N1 -N9) pada ternak unggas (Murphy dan Webster, 1996).

Gambar 7.2. Ilustrasi virus influensa tipe A (Sumber: Murphy dan Webster, 1996)

• 16 Serologically distinct HAs (H1-H16)
• 9 Serologically distinct NAs (N1-N9)

Secara alami virus Al tidak dapat menular secara langsung dari unggas ke manusia, karena reseptor virus Al pada unggas berbeda dengan reseptor virus influenza pada manusia. Tetapi virus Avian Influenza ganas (High Pathogenic Avian Influenza) berpotensi untuk menular ke manusia (bersifat zoonosis), yaitu
terjadi pada saat reassortment yang menyebabkan gen hemaglutinin (HA) pada strain manusia digantikan gen allelic dari virus Avian Influenza A. Hal ini pernah terjadi tahun 1957 dan 1958 (Kawaoka et al., 1989). Penyakit Avian Influenza sangat berbahaya karena menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan menyebar secara cepat. Penyakit ini dapat menyerang semua jenis ternak unggas termasuk ayam lokal, dan yang tebih menakutkan lagi bahwa Avian Influenza dapat menular pada manusia dan menyebabkan kematian.
Berjangkitnya penyakit Avian Influenza pada ternak unggas di Indonesia pertama kali dilaporkan di peternakan ayam ras bulan Agustus 2003 dan mencapai puncaknya pada bulan Januari 2004. Pada awal sampai tengah tahun 2005 wabah Avian Influenza lebih dominan terjadi pada unggas lokal seperti ayam kampong dan burung puyuh.
Karakteristik virus Avian Influenza diantaranya dapat bertahan didalam kotoran unggas dan lingkungan (air dan tanah) dalam waktu beberapa minggu dan dapat bertahan dalam jangka waktu panjang pada suhu dingin. Virus akan mati pada suhu diatas 70°C. Oleh sebab itu penyakit Avian Influenza lebih sering berjangkit di musim penghujan dibandingkan musim kemarau. Infeksi virus Avian Influenza pada unggas dapat terjadi karena kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi, atau kontak tidak langsung melalui: 1). Kotoran unggas yang terkena virus, 2) Sumber air (danau atau kolam) yang tercemar kotoran dan atau bulu dari unggas yang terinfeksi, 3). Jerami tempat sarang unggas yang terinfeksi, 4) Virus yang terbawa oleh orang-orang yang datang dari daerah yang terjangkit melalui sepatu, baju, perkakas (cangkul, sekop, sangkar, peti

Gambar 7.3.Ekologi virus Al H5N1 (Sumber: Webster et al., 2006)


Gejala Avian Influenza yang umum pada unggas antara lain: 1) Mati mendadak dalam jumlah yang besar dengan atau tanpa gejala klinis, 2) Kehilangan nafsu makan, 3) Lemas, 4) Jengger bengkak, berwarna biru atau berdarah, bulu-bulu rontok, 5) Kepata tertunduk menyatu dengan badan, sutit bernafas, 6) Bengkak pada bagian kepala dan ketopak mata, perdarahan dikutit pada area yang tidak ditumbuhi bulu terutama bagian kaki, 7) Penurunan jumlah telur, 8) Diare, menggigil dan mengeluarkan air mata, gelisah. Pada Gambar 7.4 dan 7.5 memperlihatkan gejala dan histologi ayam yang terserang Avian Influenza. Pada ternak itik dan angsa bisa terinfeksi oLeh virus H5N1 tanpa menunjukkan gejala sedikitpun. Virus H5N1 dapat dideteksi diberbagai organ tubuh, walaupun ternak tersebut tidak menunjukkan gejala klinik (manifestasi subklinik). Manifestasi subklinik sangat merugikan karena bisa terjadi penyebaran penyakit melalui unggas-unggas yang tampak sehat.

Gambar 7.5. Histologi organ ayam yang terserang penyakit Avian Influenza (Sumber: Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 2006)

Pedoman tentang strategi pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit Avian Influenza (Al) telah ditetapkan melalui SK Direktorat Jenderal Peternakan No. 17/Kpts/PD.640/F/02/04. Inti program tersebut adalah pelaksanaan sembilan tindakan strategis yang meliputi 1) Peningkatan Biosekuriti; 2) Vaksinasi; 3) Depopulasi (pemusnahan terbatas) didaerah tertular; 4) Pengendalaian lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas; 5) Surveilans dan penelusuran; 6) Pengisian kembali (restocking); 7) Pemusnahan menyeluruh (Stamping out) di daerah tertular; 8)
Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness); dan 9) Monitoring dan evaluasi.

Gambar 7.6. Peta WHO yang memperlihatkan negara yang terserang Al
(Sumber:WHO, 2007)
Upaya untuk mencegah perpindahan virus Avian Influenza antar unggas sebagai berikut: 1) Masing-masing jenis unggas dikandangkan dalam kandang yang berbeda, 2) Ayam yang baru dibeli dikarantina minimal 2 minggu dan jika terlihat ayam sakit segera dipisahkan, 3) Cuci tangan dengan sabun atau antiseptic seteLah kontak dengan unggas, 4) Hanya menjual atau membeli dan mengangkut ternak unggas yang sehat, 5) Membersihkan halaman sekitar kandang setiap hari dan kotoran dibakar atau dikubur, 6) Cud dan bersihkan peralatan kandang yang dipakai di peternakan seminggu sekali, bersihkan dan sucihamakan kandang dengan desinfektan atau bahan kimia lain, 7) Petugas atau tamu ketuar-masuk kandang menceLupkan sepatu kedalam bak air bersabun (diberi karbol) saat mereka memasuki pintu gerbang kandang, 8) Pemberian pakan berkuaLitas dan bersih, 9) Vaksinasi ayam yang sehat terhadap Avian Influenza.
Pada daerah yang telah tertular, vaksinasi harus dilakukan terhadap seluruh unggas yang sehat. Pelaksanaan vaksinasi sebaiknya diikuti dengan monitoring yakni pemeriksaan serologis secara berkala pada tiga minggu sejak pelaksanaan vaksinasi untuk memastikan potensi vaksin, dengan metode haemaglutination inhibitin (HI) test. Keuntungan penerapan program ini selain membentuk kekebalan tubuh terhadap serangan virus Avian Influenza dilakukan, juga melindungi lingkungan karena ayam yang divaksin hanya sedikit mengeksresikan (shedding) virus Avian Influenza dibandingkan ayam yang tidak divaksin. Di Indonesia program vaksinasi Avian Influenza dengan menggunakan vaksin inaktif (killed vaccine), yaitu vaksin yang berisi virus Avian Influenza yang sudah dimatikan tetapi mempunyai daya immunogenik (dapat merangsang pembentukan kekebalan). Pembentukan kekebalan tubuh dengan penggunaan vaksin inaktif relatif lebih lambat dibanding jika menggunakan vaksin aktif, namun apabila sudah terbentuk titer antibodi yang melindungi, antibodi bisa bertahan dalam waktu relatif lebih lama.
Ciri-ciri vaksin Avian Influenza yang baik adalah sebagai berikut: 1) Virus vaksin (master seed) berasal dari low pathogenic Avian Influenza (LPAI) atau Apathogenic Avian Influenza (APAI) dan menghasilkan kekebalan tinggi yang bertahan lama (dalam waktu 3 minggu setelah vaksinasi menghasitkan titer antibodi minimal 16) seperti yang direkomendasikan organisasi kesehatan hewan dunia (OIE = Office Internationale des Epizootica), 2) Bebas pencemaran baik oleh agen penyakit yang lain (bahan biologis) maupun bahan non biologis, 3) Tidak menimbulkan efek samping pasca vaksinasi seperti produksi turun, puncak produksi tidak tercapai, 4) Aman bagi unggas dan lingkungan sekitar, 5) Mudah pemakaiannya, emulsi stabil dan harga relatif tidak mahal, 6) Petunjuk
pemakaian jelas, ada nomor register Deptan RI, kode produksi (batch number) dan tanggal kadaluarsa.
Program vaksinasi untuk ayam petelur (layer) dilakukan 2 -3 kali dengan dosis 0,5 ml melalui suntikan subkutan atau intra muskuter. Untuk anak ayam kampung divaksin umur 14 hari sebanyak 0,3 ml dengan suntikan dibawah kulit leher bagian belakang sebelah bawah. Atau dapat dilakukan vaksinasi Avian Influenza pada anak ayam kampung umur lebih awal (4 hari) menggunakan vaksinasi kombinasi ND-Al inaktif (bilamana vaksinasi tersebut tersedia yaitu dengan suntikan subkutan dibawah kulit leher).
Pada tahun 2007 KomNas FBPI (Komisi Nasional Pengendalian Avian Influenza dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza) menjelaskan langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil bila unggas mati mendadak dan dalam jumlah banyak, yaitu: 1) Melaporkan kepada aparat berwenang terutama ke Dinas Pertanian/Peternakan atau Dinas Kesehatan, 2) Membakar atau menguburkan bangkai dengan kedalaman galian setinggi lutut orang dewasa. Gunakan alat pelindung (masker, sarung tangan, sepatu bot, baju lengan panjang, celana panjang dan topi), kemudian dibersihkan badan dan cuci semua pakaian dengan sabun, 3) Sarang, kandang dan alat transportasi dibersihkan dan disucihamakan dengan desinfektan seperti pemutih dan chlor, tepung kapur atau karbol, 4) Bersihkan sepatu atau sandal, peralatan, roda atau ban mobil transportasi sebelum memasuki dan setelah meninggatkan kandang unggas. Bagi pedagang jangan parkir kendaraan dekat kandang, 5) Cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan unggas, dan 6) Kandang harus dikosongkan selama dua minggu sehingga bebas virus Avian Influenza.
3. Chronic Respiratory Disease (CRD) Penyakit CRD atau gangguan alat pernafasan yang menahun, umumnya menyerang saturan pernafasan atas dan bawah, serta kantong udara pada ayam. Penyakit ini disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum (MG) atau Mycoplasma synoviae (MS) tetapi MS lebih bertanggung jawab pada kejadian radang sendi. Penyakit ini sering diikuti infeksi sekunder seperti oleh bakteri Escherichia coli (E. coil) dan virus pernafasan lainnya, sehingga mengakibatkan gejala penyakit yang sering disebut dengan CRD-complex. Penyakit ini menyerang semua usia, tetapi lebih banyak menyerang ayam pada usia 4 -9 minggu dan ayam dewasa. Tanda-tanda pertama penyakit ini, batuk-batuk diikuti nafas yang terdengar mengorok. Jika tidak terjadi infeksi sekunder, angka kematian kecil. Untuk anak ayam yang terserang cenderung mengumpul dibawah pemanas, diikuti keluar cairan dari lubang hidung dan nafsu makan berkurang. Penyebaran penyakit CRD melalui pernafasan ayam yang sakit ke ayam yang sehat, juga melalui telur tetas, makanan, air minum dan peralatan yang tercemar kuman. Penyebaran penyakit sangat lambat tetapi bila dalam kandang yang penuh sesak maka penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Seranganpenyakit CRD kadang-kadang diikuti penyakit Infectious bronchitis. Ayam-ayam yang kena penyakit ini menjadi pembawa penyakit untuk jangka waktu yang lama, sehingga penyakit dapat menyebar keseluruh kandang dan bertahan bertahun-tahun lamanya.
Pencegahan penyakit CRD, dilakukan dengan sanitasi yang baik dan jangan menetaskan telur dari induk yang pernah terserang CRD. Untuk mendukung sanitasi, bersihkan kandang, tempat minum dan pakan serta peralatan dengan desinfektan. Ayam yang terserang penyakit CRD dapat diobati dengan Vibravet (soluble powder) sebanyak 4 gram kedalam 1 liter air minum selama 3 -5 hari atau sampai hilangnya gejala gangguan pernafasan, atau 2 g Suanovil kedalam 1 liter air minum selama 3 hari atau Respiratrek 1 ml kedalam 1 liter air minum selama 4 -5 hari berturut-turut.
4. Fowl Pox (cacar ayam)
Penyakit Fowl Pox atau Avian Pox biasanya terjadi pada saat ayam menjelang bertelur. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang tergolong dengan subgroup Pox virus, dan menyerang semua usia ayam, terutama ayam usia muda. Tanda-tanda penyakit cacar antara lain adanya bintil-bintit kecil berisi nanah yang timbul pada jengger, kulit dan kaki, selaput kuning yang tebat dalam mulut dan tenggorokan. Ayam dengan daya tahan tubuh yang sedang menurun mudah diserang penyakit cacar, misalnya stress atau kekurangan vitamin A. Untuk penyakit cacar yang menyerang bagian mulut, sering menimbulkan kematian karena ayam tidak bisa makan dan minum. Virus penyakit cacar dapat masuk ketubuh ayam melalui luka-luka atau goresan pada kepata atau dalam mulut, gigitan nyamuk, lalat atau serangga penghisap lainnya.
Pencegahan penyakit cacar dilakukan dengan vaksinasi, sanitasi yang baik, dan hindari kemungkinan yang menyebabkan ayam luka. Pengobatan penyakit cacar tidak ada, tapi untuk mengobati luka yang memungkinkan bakteri masuk dapat diolesi dengan terramycin. Ayam yang kena cacar dibersihkan benjolan-benjolan yang berisi nanah dengan air hangat, setanjutnya diolesi Metylen Blue 1% atau Gentian Violet.
5. Mareks Disease
Penyakit Mareks disebabkan oleh virus micro RNAs yang tergolong herpes type B yang menyerang ayam usia 1-4 bulan, meliputi 4 macam bentuk antara lain yaitu: (a) Viceral, menyerang hati, ginjat, testis, ovary dan Limpha (Joan Burnside et al., 2006). Organ berwarna pucat dan hati menjadi 2-4 kali lebih besar dari ukuran normal. Serangan pada alat reproduksi ditandai dengan tumbuh benjolan atau tumor, (b) Neural, menyerang otot sayap dan kaki, sehingga sayap terkulai dan kaki koordinasinya abnormal, (c) Ocular, menyerang mata, sehingga terjadi kebutaan pada ayam, (d) Skin Form bentuk serangan dibawah kulit berupa tumor.
Cara penularan bisa melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung terjadi melalui sisik kutit atau epithet yang telah mengandung virus, termakan ayam sehat. Kontak tidak langsung terjadi jika sisik kutit yang mengandung virus tercampur kedalam pakan, air minum atau kotoran ayam. Pencegahan dapat ditakukan dengan metaksanakan vaksinasi Mareks setelah penetasan, saat anak ayam usia 1-4 hari, dan sanitasi kandang. Pengobatan penyakit Mareks tidak ada, kecuali memusnahkan ayam.
6. Infectious Bursal Disease (IBD)
Penyakit IBD sering disebut gumboro, merupakan penyakit virus yang tergolong berbahaya karena menyerang kelenjar sistim kekebalan tubuh ayam yaitu bursa Frabisii yang terletak dibagian atas daerah kloaka, sehingga ayam tidak memiliki kekebalan terhadap serangan penyakit. Ayam yang diserang umumnya dibawah usia 3 minggu. Gejala yang terlihat badan lemah, tidak nafsu makan (ayam kurus), timbul gerakan yang tidak terkendali, terjadi peradangan pada selaput dubur, diare dan feses warna putih, dan bulu tampak kusut. Penyebaran penyakit gumboro dapat secara langsung melalui kotoran ayam yang mengandung virus, sedangkan penyebaran tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan kandang yang sudah tercemar virus. Pencegahan ditakukan dengan vaksinasi gumboro (life)-pada umur 10 hari melalui tetes mulut atau air minum, sanitasi kandang. Pengobatan untuk penyakit Gumboro belum ada.
B. Penyakit yang disebabkan oleh Bakteri
1. Pullorum Disease (salmonellosis)
Penyakit Pullorum sering disebut dengan berak putih atau berak kapur karena kotoran ayam yang menderita penyakit ini encer dan berwarna putih mirip kapur. Penyakit ini disebabkan oleh bakteria Salmonella pullorum, sangat
menular dan menyerang semua usia ayam. Kematian sering terjadi pada anak ayam umur satu hari sampai tiga minggu. Ayam dewasa yang terserang penyakit ini tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit, tetapi pada anak ayam kebanyakan kematian diawali dengan bergerombol dibawah pemanas, menunduk dengan mata tertutup, sayap terkulai kebawah, tidak ada nafsu makan, kotoran berwarna putih dan berbusa melekat pada bulu sekitar anus. Penyebaran penyakit pullorum berasal dari telur tetas dari induk yang menderita atau telah sembuh dari penyakit pullorum. Selain itu kontak langsung ayam yang sakit dengan ayam sehat serta melalui mesin tetas yang tercemar penyakit pullorum.
Pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi yang baik, menetaskan telur dari induk ayam yang tidak pernah terserang pullorum, membersihkan mesin tetas setiap akan digunakan dengan desinfektan. Pengobatan penyakit pullorum dilakukan dengan pemberian beberapa jenis obat sulfoamida antara lain neoterramycin sebanyak 2 gram untuk 1 liter air minum selama 3 -5 hari.
2. Infectious Coryza (Snot).
Penyakit coryza dikenal dengan penyakit influenza ayam atau snot. Penyakit ini cukup berbahaya, dan daya menularnya tergolong cepat. Penyakit ini umumnya terjadi menjelang pergantian musim atau pada kondisi kandang yang dingin dan lembab. Penyebabnya adalah Bakteri Haemophilus gallinarum. Penyakit coryza menyerang semua usia terutama ayam usia dara dan ayam dewasa. Gejala awal infectious coryza dilihat dari ayam tampak lesu, bersinbersin, bengkak-bengkak dari lubang hidung dan mata, cairan yang keluar dari hidung mula-mula encer bening lama kelamaan mengental sehingga lubang hidung tersumbat dan pernafasan ayam terganggu, tidak bergairah, nafsu makan turun, dan bobot badan menurun. Penyebaran penyakit terjadi melalui kontak langsung ayam yang sakit dengan ayam sehat, melalui udara, peralatan kandang, pakan dan air minum yang tercemar.
Pencegahan dilakukan dengan penyemprotan kandang dengan desinfektan, kandang setatu kering, lantai litter diganti secara berkala, ventilasi kandang cukup memadai, dan jangan mencampur ayam yang usianya berbeda. Lakukan vaksinasi dengan vaksin coryza inaktif pada ayam umur (12-13) minggu melalui suntikan intramuscular (tembus daging dan otot paha/dada) atau subcutan (bawah kulit) dileher bagian belakang sebelah bawah. Dosis pemakaian 0,3 -0,5 ml per ekor ayam.
Jika ada ayam yang sudah terserang penyakit coryza, secepatnya ayamayam tersebut dikarantina atau dipisahkan dari ayam sehat. Ayam yang sakit, diberi obat atau kapsul antisnot, Neo Tetramycin 25, Vibravet 4 gram kedatam 1 liter air minum selama 4 -5 hari, bita belum sembuh dapat diulangi. Ayam yang terinfeksi dapat juga disuntik sub cutan bagian leher ayam dengan Streptomycin dosis sesuai anjuran pabrik.
C. Penyakit yang disebabkan oleh parasit
1. Coccidiosis
Coccidiosis disebabkan oleh parasit yang terdapat dalam tubuh ayam Penyakit coccidiosis atau berak darah, merupakan penyakit yang menyerang alat pencernaan ayam. Penyakit ini disebabkan oleh Protozoa eimeria spp yang menyerang ayam semua usia, terutama anak ayam umur 1 hari sampai 10 minggu (ayam fase starter). Anak ayam yang terserang ditandai dengan mengantuk, kotoran cair dan berdarah, sayap

Sumber: DISNAK JATIM