POTENSI GENETIK SAPI MADURA ALAMI...

POTENSI GENETIK SAPI MADURA ALAMI PENURUNAN. ?

Rabu, 23 April 2014 | 13:42 WIB Penulis : Web Admin Dibaca : 22599 kali
potensi genetik sapu madura menurun

Oleh : Donny Wahyu *)

Morfologi Sapi potong lokal (indigenus) yang berkembang di Indonesia cukup banyak ragamnya salah satunya adalah sapi Madura, dan termasuk sapi potong tipe kecil. Sapi Madura dalam perjalanan perkembangannya merupakan hasil pembauran berbagai bangsa type sapi potong yaitu antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan Zebu (Bos indicus). Pejantan yang pernah dimasukkan ke pulau Madura termasu bangsa Bos taurus antara lain Red Denis, Santa Gestrudis dan pejantan persilangan antara Shorthorn dengan Brahman yang kesemuanya memiliki warna merah coklat.

Sapi Madura adalah sapi potong tipe kecil merupakan salah satu plasma nutfah sapi potong indigenus dan suseptable pada lingkungan agroekosistem kering dan berkembang baik di pulau Madura. Issue menunjukkan terjadinya penurunan produktivitas akibat seleksi negatif yaitu pemotongan sapi produktif/tampilan yang baik, faktor inbreeding yang disebabkan selama ini pulau Madura merupakan wilayah tertutup untuk sapi potong lain.

Kemampuan produktivitas komoditas sapi Madura yang telah tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan lahan kering, relatih tahan terhadap penyakit dan kesuaian selera masyarakat. Keragaman genotip sapi Madura cukup beragam dan memiliki kisaran berat badan 300 kg dan pada pemeliharaan kondisi baik untuk perlombaan mampu mencapai  500 kg, dan memiliki persentase karkas sampai 60 %, efsiensi reproduksi cukup rendah, disamping itu sapi Madura memiliki nilai sosiobudaya digunakan atau dilombakan sebagai sapi Kerapan dan sapi Sonok (pajangan).

Informasi performans laju pertumbuhan atau besar tubuh berperanan penting sebagai salah satu faktor yang dapat diukur didalam pelaksanaan seleksi dan memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu antara 0,40–0,70 (WARWICK et al., 1983). Performans berat badan sapi Madura mempunyai keragaman yang cukup luas, didapatkan berat badan yang tinggi (± 500 kg) dan didominasi oleh berat badan yang cukup rendah (± 300 kg). Pencapaian performans berat badan cukup beragam yang diakibatkan oleh keragaman tatalaksana pemeliharaan. Tampilan performans dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, termasuk lingkungan pakan dan kesehatan.

Keragaman berat badan dari hasil pengamtan sebelumnya juga menunjukkan adanya variasi yang cukup lebar. DJATI dan KARNAEN (1993) melakukan pengamatan terhadap respon status fisiologis dengan memanfaatkan sapi Madura yang memiliki berat badan antara 125?290 kg. Rataan berat badan pada pola pembibitan peternakan rakyat yang berumur sekitar 1,5?2 tahun 209 kg dan 3?3,5 tahun mencapai berat badan 239 kg (AINUR RASYID dan UMIYASIH, 1993); dengan tinggi badan masing-masing 105 cm dan 115 cm, dan berat badan jantan muda s/d 2 tahun rataan 209 ± 24,1 (177?281) kg (WIJONO, 1998). MUHAMAD SASMITO (1993) menginformasikan berat badan 125?150 kg;195?220 kg dan 265?290 kg, demikian pula
sapi Madura dara yang diamati UMAR dan RISZQINa (1993) mendapatkan berat badan pada umur Io sekitar 115?207 kg dan I2 sekitar134?275 kg.

Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau Tahun 2014 merupakan salah satu target utama yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian RI. Dalam konteks pencapaian swasembada daging tersebut, akurasi data menjadi sangat penting bagi pemerintah sebagai penentu kebjakan dan bagi pelaku bisnis sebagai penyedia daging bagi kebutuhan masyarakat. Tahun 2012, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian telah melakukan Survei Karkas. Hasil penimbangan karkas di Kota Surabaya, didapatkan bobot karkas mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009. Dan sapi dengan bobot terendah adalah rumpun Sapi Madura.

Jadi, apakah hal tersebut mengisaratkan bahwa potensi Sapi Madura saat ini mengalami penurunan dan tidak layak dikembangkan ?

Pada tahun anggaran 2013 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan petugas dinas peternakan kabupaten/kota mengadakan pelaksanaan kegiatan Survey Data Parameter Karkas Sapi Tahun 2013  yang dilaksanakan di kabupaten/kota  di Jawa Timur. Tujuannya adalah memperoleh informasi dan data yang up to date tentang bobot badan ternak sapi saat dipotong berdasarkan rumpun, jenis kelamin dan umur.

Hasil survey secara keseluruhan menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan Sapi Madura saat dipotong adalah 316,48 kg. Data yang didapat menunjukkan bahwa bobot badan ternak sangat bergam, yaitu bobot terendah sebesar 181,83 kg dan bobot tertinggi sebesar 448,48 kg.
Rata-rata bobot badan Sapi Madura saat dipotong
No.    Kabupaten    Rata-rata Bobot Badan (Kg)
1      Bangkalan      349,06
2      Sampang        383,34
3      Sumenep        246,21
4      Pamekasan    263,19
Rata-rata       316,48

Sebagaimana diketahui bahwa pengaruh lingkungan terhadap produktivitas ternak mencapai 70% dibandingkan dengan pengaruh faktor genetik sebesar 30% dan pengaruh perlakuan pakan sendiri dapat mencapai 60% dari pengaruh lingkungan. Dengan demikian perbaikan mutu sapi Madura dapat dilakukan dengan seleksi dan atau perkawinan silang (crossbreeding) melalui grading up untuk dapat menghimpun genotipik unggul pada keturunan yang memiliki kemampuan produksi lebih tinggi dan diimbangi penyesuaian pengaruh lingkungan terhadap tatalaksana pemeliharaan terutama pemenuhan kebutuhan pakan dan pencegahan penyakit.

Secara keseluruhan Sapi Madura yang dipotong dalam keadaan kurus sebesar 15,94 %, keadaan sedang 63,77 % dan keadaan gemuk 20,29 %. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa masih terdapat potensi sejumlah besar sapi yang masih dapat digemukkan untuk menambah produksi daging tiap ekor ternak.

Sapi Madura di Kabupaten Sumenep tercatat dipotong dalam kondisi kurus sebesar 90,9 %. Sapi yang dipotong dalam kondisi sedang  adalah di Kabupaten Bangkalan 29,54 %, Sampang 45,45 %, Sumenep 13,63 % dan Pamekasan 9,09 %. Sapi yang dipotong dalam kondisi gemuk hanya terdapat pada dua kabupaten yaitu Kabupaten Bangkalan 21,42 % dan Kabupaten Pamekasan 78,57 %.

Kondisi tersebut diatas dapat dimaklumi karena mayoritas peternak kecil tidak berbisnis sapi sehingga peternak tidak memprediksi kebutuhan masyarakat akan daging sapi. Peternakan rakyat sebagian besar untuk tabungan hidup dan menjual sapinya pada saat membutuhkan uang, sehingga tidak memperhatikan kondisi ternaknya saat dijual. Bagi peternak berskala kecil, perlu mengubah perilaku menjadi mengerti bisnis. Program penundaan potong (pengemukan) mulai dewasa tubuh sampai ternak mencapai umur dua sampai 2,5 tahun dengan peningkatan kuantitas dan kualitas pakan dapat dilakukan. Menurut penelitian, program tersebut dapat meningkatkan bobot daging 7,01 kg. Program penggemukan terhadap 35 % sapi yang berkondisi kurus dengan peningkatan kualitas pakan, lingkungan, kesehatan hewan, dan tatalaksana pemeliharaan karena akan dapat meningkatkan bobot potong 15,76 kg.

Dari data dan analisa diatas terlihat bahwa sebenarnya potensi genetik Sapi Madura masih cukup tinggi. Apabila potensi genetik ini didukung dengan lingkungan dan manajemen yang baik, maka potensi genetik tersebut pasti akan terlihat secara optimal.

*) Donny Wahyu Indriatmoko SPt.
Pengawas Bibit Ternak Ahli
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

Sumber: DISNAK JATIM